Siapa Bilang Sunrise di Negeri Laskar Pelangi Tidak Menawan?
Pada 23 Mei 2016 lalu saya mendapat kesempatan pergi ke Belitung, Provinsi Bangka Belitung.
Hasil dari memenangkan sebuah lomba foto dari salah satu perusahaan radio di
Jakarta yang bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata.
Bagi saya yang sebelumnya tak pernah
mencecahkan kaki di Belitung, tentu kabar ini sangat menggembirakan. Dua hari
sebelum keberangkatan, saya terus mencari lewat google informasi tentang
spot-spot wisata yang wajib dikunjungi. Kemudian saya cocokkan dengan schedule
perjalanan yang telah diberikan panitia.
Dari hasil search yang hanya saya
lakukan sekitar 30 menit, saya berkesimpulan "spot-spot wajib" bagi
wisatawan sudah tertera dalam schedule perjalanan. Seperti Pulau Lengkuas,
Pantai Laskar Pelangi, Pantai Tanjung Pendam, Replika Sekolah Laskar Pelangi,
Museum Kata Andrea Hirata, melihat sunset di Pantai Bukit Berahu, dan beberapa
tempat kuliner.
Namun, ada yang sedikit mengganjal di
hati saya melihat schedule tersebut. Mengapa tak ada spot untuk melihat sunrise
atau matahari terbit? Saya pribadi memiliki kebiasaan berburu foto sunrise ke
destinasi manapun yang saya kunjungi.
Karena penasaran, saya search lagi di
mesin pencari google dengan kata kunci "foto sunrise di Belitung".
Yang muncul malah foto-foto sunrise di Belitung Timur, bukan di Belitung. Dari
foto yang disajikan google, memang sunrise di Belitung Timur sangat menawan.
Namun sayang, tak ada schedule saya ke kabupaten yang pernah dipimpin Ahok
(Gubernur DKI Jakarta saat ini) tersebut.
Saya pun menyimpan rasa penasaran itu.
"Setiba di sana akan saya tanyakan kepada tour guide," ujar saya
dalam hati.
Singkat cerita, pada tanggal 23 Mei
2016 siang saya tiba di Negeri Laskar Pelangi. Di Bandara HS Hanadjoedin, dua
bus sudah menunggu rombongan kami yang kira-kira berjumlah 30 orang. Tujuan
pertama adalah rumah makan untuk mengisi perut kami yang sudah lapar.
Selanjutnya Rumah Adat Belitung, Museum
Kota Belitung, Pantai Tanjung Pendam, Pantai Tanjung Tinggi, dan Bukit Berahu
kami kunjungi secara bergantian hingga menjelang malam.
Selama di perjalanan, Nani, tour guide
kami menjelaskan secara detail tetang masing-masing destinasi yang
disinggahi.
Pukul 20.00 WIB kami pun diantar
ke BW Suite Hotel untuk menginap. "Besok berkumpul lagi di lobi
hotel pukul 09.00 WIB ya," ujar Nani mengingatkan sebelum kami
turun dari bus.
Saya langsung mengambil lembar schedule
dari dalam tas. Di kertas tersebur tertulis Hoping Island jadi tema hari kedua.
Yakni mengunjungi pulau-pulau yang ada di sekitar Belitung. Di antaranya Pulau
Pasir, Batu Berlayar, Kepayang, dan Lengkuas. Tak ada jadwal melihat sunrise di
pagi hari.
Sebelum turun bus saya memberanikan
diri bertanya kepada Nani mengapa tak ada jadwal melihat sunrise. Hanya ada
jadwal melihat sunset di Bukit Perahu.
"Sunrise di Belitung kurang bagus.
Di sini bagus untuk melihat sunset. Kalau mau melihat sunrise yang bagus itu di
Belitung Timur. Sekitar satu setengah jam dari sini," jawab Nani. Namun
sayang, memang tak ada agenda melihat sunrise ke Belitung Timur.
Meski sudah dijelaskan Nani, rasa
penasaran masih menyelimuti pikiran saya. Sebelum beranjak tidur, saya meminta
teman saya yang sudah lama kerja di Belitung untuk menemui saya di hotel.
Namanya Jauhari. Jelang tengah malam dia pun tiba dan langsung mengajak saya ke
kedai Kopi Kong Djie yang buka 24 jam.
Perbincangan kami berdua di kedai kopi
dimulai dengan basa-basi seputar pekerjaannya. Kemudian saya langsung ke inti penasaran
saya. "Dimana tempa lihat sunrise bagus Belitung ini?" tanya saya.
Jauhari pun memberikan penjelasan yang
nyaris mirip dengan Nani. Hanya di Belitung Timur tempat melihat sunrise yang
bagus.
Mendengar jawaban Jauhari, saya
mengganti pertanyaan. "Dimana bisa lihat matahari terbit di Belitung ini.
Nggak bagus juga nggak apa-apa?" tanya saya lagi.
Setelah berpikir sejenak, Jauhari
bilang, matahari terbit bisa dilihat dari Pantai Tanjung Kelayang. Yakni
pelabuhan besar untuk menyeberang ke pulau-pulau kecil. Pantainya menghadap ke
Timur Laut.
"Tapi kurang bagus viewnya, karena
posisi matahari terbitnya miring dari bibir pantai," jelasnya. Saya pun
mulai tersenyum. Lalu meminta Jauhari mengajak sya ke Pantai Tanjung Kelayang
pada pukul empat pagi keesokan harinya.
Saya tak mempersoalkan keindahan
sunrise-nya. Tekad saya hanya ingin memotret matahari terbit di Negeri Laskar
Pelangi ini. Jauhari mengiyakan dan menjemput saya ke hotel keesokan harinya.
Kami tiba di Pantai Tanjung Kelayang
pukul lima pagi setelah perjalanan menggunakan mobil selama 30 menit. Langit
sedikit mendung dan berkabut. Jauhari saya minta untuk menunggu di mobil saja,
karena terlihat masih ngantuk.
Saya mengambil tas berisi kamera dan
tripod. Kemudian berjalan ke dermaga sambil menatap ke arah awan agak gelap.
Sesaat kemudian, tripod dan kamera sudah terpasang di dermaga. Kamera stand by
menghadap ke matahari terbit.
15 menit berlalu, matahari tak kunjung
terlihat. Hanya awan gelap yang menghiasi langit. "Bener kata Nani dan Jauhari,
kurang bagus sunrise di Belitung ini," gumam saya dalam hati.
Rasa letih karena kurang tidur ditambah
mata yang masih mengantuk membuat saya enggan beranjak. Saya berdiri
membelakangi arah matahari terbit sambil melamun. Mencoba menikmati pemandangan
puluhan kapal motor yang terparkir di bibir pantai.
10 menit berlalu, tiba-tiba langit
menjadi sedikit terang. Kapal-kapal motor di bibir pantai jadi berselimut sinar
mentari yang masih samar-samar. Saya langsung membalikkan badan untuk melihat
apa yang terjadi.
Saya terkejut, yang saat ini saya lihat
sangat berbeda dengan 10 menit sebelumnya. Langit yang awalnya gelap, berubah
menjadi ungu. Matahari yang enggan muncul tiba-tiba mengintip dengan sinar
oranyenya. Awan yang tadinya seperti sedang mendung sekejap hilang.
Keindahan sunrise ini membuat saya
tercengang sejenak. Kemudian saya tersadar harus mengabadikannya. Buru-buru
saya memegang kamera yang sudah terpasang di tripod dan menjepret apa yang saya
lihat barusan.
Kalap. Berpuluh-puluh kali saya menjepretkan
shutter kamera seperti kesetanan. Takut moment terbaik saat matahari terbit
terlewatkan. Decak kagum terus saya gumamkan, seakan tak percaya matahari
terbit di Belitung bisa semenawan ini.
Langit ungu, matahari oranye, dan
cahayanya yang memantul di air laut membuat komposisi warna yang begitu
memesona. Di tambah lagi ada kapal-kapal motor di pinggir laut yang membuat
lanscape makin sempurna. Sungguh pemandangan langka.
"Ternyata pendapat Nani dan
Jauhari salah," ucap saya dalam hati. Saya terus menjepret moment sunrise
hingga matahari beranjak tinggi.
Sudah merasa puas dan sinat matahari
sudah terlalu terang, saya benahi kamera dan tripod ke dalam tas, Kemudian
berlari penuh semangat ke arah mobil. Selama diperjalanan saya bercerita berapi-api
kepada Jauhari tentang indahnya sunrise yang saya lihat. Sembari menunjukkan
hasil jepretan saya di kamera.
"Kok bisa bagus gitu ya?"
katanya yang sedang menyetir.
Moment itu menjadi sangat berkesan bagi
saya. Membuat saya makin semangat berburu sunrise di tempat lain. Serta membuat
saya selalu rindu datang ke tempat itu, Pantai Tanjung Kelayang. Pantai untuk
melihat sunrise yang amat menawan.
Jadi jika ada yang bilang sunrise di
Belitung tidak indah, itu salah.
Komentar
Posting Komentar