Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2021

[KENANGAN] Asyiknya Berburu Mahakarya Indonesia Berhadiah Rp99 Juta

Gambar
WAKATOBI, KOMPAS.com - Pesona alam dan kekayaan budaya Indonesia tersebar sampai ke pelosok nusantara, serta diakui dunia. Namun, karena jumlahnya yang terlalu banyak, tak sedikit budaya yang kini mulai tenggelam, terlupakan, bahkan terancam punah. Sadar dengan fenomena itu, digelarlah Potret Mahakarya Indonesia.  Sebuah event yang digagas oleh Dji Sam Soe, untuk mengangkat kembali kekayaan alam dan budaya Indonesia melalui sebuah foto agar dikenal kembali dikenal sampai tingkat dunia. Manager Event PT HM Sampoerna, Dedi Zulfikri mengatakan, dari sekitar 280.000 karya foto yang masuk sejak bulan Mei 2013, disaring menjadi 24 finalis, dan ditentukan tiga pemenang utama untuk kategori kebudayaan, fesyen, dan landskap.  Tim juri yang melakukan seleksi adalah para fotografer kenamaan, seperti Oscar Matulloh, Kristupa Saragih, dan Barry Kusuma. Para pemenangnya masing-masing mendapatkan hadiah uang sebesar Rp 99 juta. Seleksi foto dalam Potret Mahakarya Indonesia dilakukan sejak Juni 2013.

Kisah Nelangsa Butet, 20 Tahun dalam Pasungan

Gambar
Perempuan berparas cantik itu hanya duduk di atas tempat tidur kayu dalam ruangan dua kali dua meter yang menjadi tempat pemasungannya, saat Tribun Medan melihatnya lewat jendela, Rabu (19/1/2011) kemarin.  Pemilik rambut hitam panjang sebahu itu adalah Siti Nuryalina Purba (41), yang sudah 20 tahun hidup dalam pasungan. Di sebelahnya, sang adik, Janter juga mendapat perlakuan yang sama. Keduanya dipasung pihak keluarga lantaran memiliki kelainan jiwa.   Kaki kiri Siti Nuryalina Purba, yang akrab dipanggil Butet, diikat rantai besi sepanjang satu meter. Mereka berdua menghabiskan seluruh waktunya di dalam pasungan, termasuk untuk urusan buang hajat. Hasilnya, bau tak sedap menyeruak dari dalam ruangan. "Good morning, good morning, sini-sini foto aku lah, kan artis," ujarnya spontan saat melihat kamera.  Butet lebih reaktif daripada sang adik Janter, yang hanya diam saat diberikan kue dan buah. Ibu Butet, Bungani Boru Saragih Munthe, menuturkan kisah sedih yang dijalani anak-

10 Tahun Perjalanan Karier Jurnalistik Arifin Al Alamudi

Gambar
Menjadi jurnalis sejak tahun 2010 di Harian Tribun Medan, saya banyak meliput persoalan ketidakadilan hak asasi manusia dan penindasan terhadap kelompok minoritas, bahkan beberapa kali saya menjadi saksi mata.  Dari situ muncul ide untuk memberitakan dan mengabadikan momen-momen keberagaman di Sumatera Utara secara berkelanjutan. Harapannya menjadi inspirasi bagi pembaca untuk menghargai perbedaan dan hidup harmonis berdampingan. Tulisan berjudul "Butet Melahirkan dalam Pasungan" jadi feature pertama saya tentang penindasan terhadap perempuan, bahkan ditayangkan oleh Tribunnews.com dan Kompas.com pada 2011. Setahun kemudian Arifin berhasil membuat tulisan investigasi berjudul "Uang Honorer Guru Disulap Jadi Mobil Pajero"  (2012). Tulisan ini adalah Fellowship Liputan Investigasi tentang ratusan guru honor di Simalungun yang sudah 9 bulan tidak menerima honor. Tulisan ini diterbitkan menjadi buku kumpulan liputan investigasi oleh LSPP Jakarta. Pada 2013 foto saya be