[KENANGAN] DANA INSENTIF GURU HONORER SIMALUNGUN ‘DISULAP’ JADI MOBIL PAJERO
Syofiar adalah satu dari 3.547 guru swasta di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Lebih dari lima tahun ia mengabdikan diri menjadi seorang guru dengan upah yang sangat rendah, Rp 360 ribu perbulan. Untuk menghidupi dua putri dan satu istri tentu jumlah tersebut tak cukup.
Setelah empat tahun mengajar, akhirnya ada bantuan untuk guru swasta dan
honor. Rp 360 ribu yang dibayar perenam bulan. “Sangat terbantu dengan dana
itu. Untuk bayar uang sekolah dua anakku yang masih SD dan biaya kebutuhan
lain,” ujar Syofiar.
Namun pada semester II 2010, dana itu terlambat dibayarkan. Guru-guru yang
penghasilan rata-ratanya seperti Syofiar menjerit. “Saya terpaksa minta izin ke
sekolah anak saya karena telambat membayar uang sekolah,” kenangnya. Seperti
inilah nasib guru swasta dan honor di Simalungun.
Sejak tahun 2009, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan kebijakan
untuk meningkatkan kesejahteraan guru swasta dan honor di seluruh kabupaten dan
kota se-Sumatera Utara, termasuk Kabupaten Simalungun. Dana kesejahteraan atau
insentif ini sebesar Rp60 ribu per bulan. Bantuan diberikan setiap enam bulan
ke kas daerah, untuk diteruskan ke rekening kepala sekolah.
Semester pertama tahun 2009 adalah kali pertama guru-guru swasta dan honor
menerima dana kesejahteraan itu. Tak ada keterlambatan. Dana tersebut mereka
terima dari kepala sekolah tepat waktu. Semester kedua 2009 dan semester
pertama 2010 juga tak ada kendala. Masing-masing guru swasta dan honor menerima
Rp360 ribu.
Namun pada paruh kedua tahun 2010 guru-guru mulai bingung. Pasalnya, dana
insentif yang harusnya mereka terima akhir tahun tak kunjung datang. Satu dua
bulan berlalu, guru-guru tak berpkir negatif dan terus menunggu. Memasuki bulan
keempat tahun 2011, kesabaran 3.500-an guru akhirnya berbatas.
Para ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ yang tergabung dalam Persatuan Guru Swasta
Indonesia (PGSI) Kabupaten Simalungun mendatangi kantor wakil rakyat di
Pematang Raya pada awal April 2011. Kepada anggota DPRD mereka mengadu. Pasalnya,
daerah tetangga Simalungun, seperti Kota Pematangsiantar dan Kota Medan sudah
mencairkan dana kesejahteraan untuk guru honor dan swasta. Mengapa Kabupaten
Simalungun belum dicairkan? Ini pertanyaan besar yang dilontarkan kepada para
wakil rakyat.
Sejak saat itu, kasus ini mengemuka dan menjadi sorotan. Kepala Dinas
Pendidikan Albert Sinaga mengaku dana tersebut sudah ditransfer pemerintah
provinsi ke kas Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD)
Kabupaten Simalungun, namun belum bisa dicairkan.
“Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Sumatera Utara untuk dana kesejahteraan
guru swasta sudah ditransfer ke kas daerah Simalungun pada pekan pertama
Desember 2010. Total dana insentif semester kedua tahun 2010 untuk 3.547 guru
swasta dan honor sebesar Rp1.276.920.000,” jelas Albert.
Namun Albert tak bisa menjawab mengapa dana tersebut belum bisa dicairkan
untuk para guru. Ia berkilah masalah ini merupakan tanggung jawab Dinas
Pendapatan untuk menyalurkan ke rekening kepala sekolah. Ia mengaku sudah
berupaya meminta kepada Bupati Simalungun Jopinus Ramli (JR) Saragih untuk
mempercepat transfer.
Karena desakan dari guru
dan DPRD Simalungun, Albert pun menyurati Bupati JR Saragih agar dana
kesejahteraan guru segera dibayarkan. Melalui surat tertanggal 3 Maret 2011 ia
meminta izin kepada bupati untuk mendahului dana Perubahan APBD 2011 guna membayar
guru, semester kedua tahun 2010.
“Hanya itu yang bisa saya lakukan supaya kesejahteraan guru diperhatikan.
Ke mana uang itu saya nggak tahu karena bukan tanggungjawab saya menyalurkan
dana tersebut,” jelas pria yang baru-baru ini dicabut jabatannya dari Kadis
Pendidikan.
Bola panas berpindah ke Kepala Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah (PPKAD) Simalungun, Resman Saragih. Ia merupakan penanggungjawab
transaksi keuangan daerah.
Ia mengakui dana guru sudah dikirim ke kas daerah, namun belum bisa
dicairkan akibat ada masalah administrasi.
“Ada masalah administrasi makanya belum bisa dicairkan,” ujar Resman.
Namun saat ditanyai apakah dana tersebut digunakan untuk keperluan lain,
Resman bungkam. Ia berdalih sudah tak menjabat lagi sebagai Kepala Dinas
Pendapatan Simalungun. Saat ini Ia menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan
Simalungun.
Meski tak mendapat informasi dari kedua pejabat Simalungun itu, Kepala Biro
Keuangan Sumatera Utara Mahmud Sagala memberi informasi lain. Ia membeberkan
bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara selalu tepat waktu mentransfer dana
kesejahteraan guru swasta dan honor ke kas daerah. Pasalnya penyaluran dana
tersebut langsung diawasi oleh Gubernur Sumut dan merupakan program kerja utama
Pemerintah Provinsi Sumut.
Mahmud menambahkan, setiap bulan Juni dan Desember tanggal 10 dana insentif
langsung ditransfer ke kas daerah. Sebanyak 33 kabupaten dan kota se-Sumatera
Utara mendapat kucuran dana tersebut. “Sengaja ditransfer awal bulan, jadi
selambat-lambatnya akhir bulan dana tersebut sudah diterima seluruh guru,”
jelasnya.
Ia pun terkejut mengetahui adanya
keterlambatan pembayaran hingga 10 bulan yang terjadi di Kabupaten Simalungun.
Namun ia enggan mengomentarinya. “Tugas kami adalah mentransfer tepat waktu dan
itu sudah kami lakukan. Jadi kalau ada keterlambatan di daerah itu bukan
tanggungjawab kami,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Syaiful Syafri pun
memberikan kesaksian yang sama: dana sudah ditransfer ke kas kabupaten. Ia
mengaku heran dengan keterlambatan yang terjadi di Simalungun. Namun ia tidak mau mengomentari langkah hukum apa yang akan dilakukan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terkait keterlambatan penyaluran kepada
guru-guru itu.
“Uang insentif dari APBD Sumut untuk para guru sudah diluncurkan.
Penyalurannya kami serahkan ke pemerintah kabupaten kota. Untuk itu, kalau ada
masalah bisa langsung ditanyakan ke pemerintah kabupaten kota setempat,” ujar Saiful Syafri.
Lalu ke mana dana tersebut?
Teka-teki Mulai Tersibak
Dari Anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik, akhirnya ditemukan fakta
mengejutkan. Ia mendapat salinan surat Bupati Simalungun yang ditandatangi
langsung oleh JR Saragih pada tanggal 7 Maret 2011. Surat bernomor
900/2110/DPPKA-2011 itu ditujukan kepada Ketua DPRD Simalungun. Isinya memohon persetujuan DPRD Simalungun
untuk mencairkan dana Perubahan APBD Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp 1,5 miliar.
“Dalam surat itu disebutkan tujuannya untuk membayar dana insentif guru
semester kedua tahun 2010 sebesar Rp 1.276.920.000. Bupati Simalungun beralasan
dana insentif yang sudah ditransfer BKP Sumut ke kas Simalungun telah
dipergunakan untuk kegiatan lain. Karena penerimaan Tahun Anggaran 2011 tidak
tercapai. Tapi di surat tersebut tidak dijelaskan secara detail dana Rp 1,2
miliar yang telah ditransfer Pemprov Sumut digunakan atau dialokasikan untuk
apa,” jelas Bernhard.
Politisi Partai Indonesia
Baru ini mencurigai bahwa dana Rp1,2 miliar digunakan untuk pembelian mobil
dinas tiga Wakil Ketua DPRD Simalungun. Pasalnya ia ingat pada akhir 2010, JR
Saragih pernah mengajukan rencana pengalihan dana insentif guru honor non-PNS
untuk pembelian mobil dinas tersebut. Karena saat itu Pemkab Simalungun
mengalami ketekoran kas. Namun ketika itu, ide bupati ditolak DPRD.
“Eksekutif pernah mengajukan
itu. Tapi, karena ini mengenai honor guru non PNS yang merupakan dana dari
Pemerintah Provinsi Sumut, maka DPRD tidak pernah menyetujui rencana pengalihan
itu,” ujarnya.
JR Saragih yang mengajukan permintaan tersebut pada Desember 2010 beralasan,
terjadi kekosongan kas. Padahal, di tahun itu, ada anggaran untuk membeli tiga
mobil dinas Wakil Ketua DPRD Simalungun. Dalam APBD disebutkan, jenis mobil
adalah Mitsubishi Pajero Sport GLX. Anggarannya sekitar Rp1,26 miliar, jumlah
yang identik dengan dana insentif guru swasta dan honor Rp 1,27 miliar.
Dan benar saja, pada Januari 2011, tiga unit Pajero Sport sudah dibeli.
Padahal, APBD 2011 belum selesai dibahas oleh DPRD. Berdasarkan harga pasaran
tahun 2011, satu unit Pajero Sport GLX tak kurang dari Rp400 juta. Sebuah
dealer seperti PT Srikandi Diamond Motors, misalnya, menjual dengan harga Rp427
juta untuk jenis empat penggerak roda. Sedangkan dari Dealer Mitsubishi Bintaro
dan PT. Ciwangi Berlian Motors, misalnya, harganya dipatok Rp 437 juta.
Sekretaris Dewan (Sekwan) Simalungun, SML Simangunsong
mengatakan saat ini ketiga mobil
dinas itu digunakan oleh para Wakil Ketua DPRD Simalungun, yakni Julius
Silalahi yang bernomor polisi BK 11 T, Ojak Naibaho menggunakan BK 13 T, serta Burhanuddin
Sinaga menggunakan
BK 12 T.
Benhard mencium indikasi pemakaian dana insentif guru untuk pembelian mobil
ini. Meski tak disetujui DPRD Simalungun, Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon
dan pimpinan lainnya mengeluarkan izin prinsip untuk pengalihan dana tersebut.
Namun Ketua DPRD Binton Tindaon membantah. Menurutnya, pembelian mobil
dinas sudah dianggarkan. Ia menegaskan, jika ada penyimpangan dana insentif
guru yang digunakan untuk membeli mobil dinas, bukan tanggung jawabnya, tetapi
tanggung jawab Bupati Simalungun JR Saragih.
”Mengenai pembelian mobil
dinas itu sudah ada anggarannya di APBD 2010 yang berasal dari PAD Simalungun.
Jadi kalau ada pengalihan, itu urusan bupatinya,” ujar Binton enteng.
Binton Tindaon menegaskan, tuduhan Pimpinan DPRD Simalungun mengeluarkan
izin prinsip penggunaan dana kesejahteraan guru swasta dan honor tidak benar.
“Kami tidak pernah menyetujui pengalihan dana intensif guru untuk membeli mobil
dinas pimpinan dewan,” tegasnya.
Bahkan Binton bersedia diperiksa KPK
jika memang ia terbukti terlibat dalam pengalihan dana untuk guru itu.
“Saya siap kapan pun dipanggil KPK untuk
hal ini. Besok pun saya siap,” tegasnya.
Namun Bernhard tak sependapat dengan Binton. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan, kas
Pemerintah Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2010 tekor Rp48 miliar.
“Bagaimana mau membeli mobil dinas sedangkan terjadi ketekoran kas. Makanya bupati
waktu itu minta pengalihan dana untuk pembelian mobil dinas. Jadi tidak mungkin
pembelian dari APBD,” tegasnya.
Ketua LSM Macan
Habonaran Jansen Napitu memperkuat pernyataan Bernhard. Ia yang juga melaporkan dugaan korupsi ini
ke Kejati Sumut dan KPK mengatakan pernah ada permintaan pengalihan dana insentif guru
non-PNS dan honor yang diajukan bupati untuk pembelian mobil dinas pimpinan
DPRD, Tapi ditolak.
“Saya sudah cross check, beberapa
anggota dewan ada yang memberitahu izin prinsip sudah dikeluarkan. Tapi
pimpinan DPRD ramai-ramai membantahnya dan mengaku tidak pernah mengeluarkan
izin prinsip itu,” ujarnya. Ia pun mengaku hingga saat kesulitan mendapatkan bukti
izin prinsip tersebut.
“Kalau izin prinsip itu
tidak dikeluarkan dari mana mobil dinas pimpinan dewan itu. Jadi wajar mereka
membantah karena itu kan untuk kepentingan mereka,” jelasnya.
Bola panas kini berpindah ke Bupati Simalungun JR Saragih. Ia langsung
membantah tudingan dana insentif guru swasta dan honor untuk membeli mobil
dinas. Menurutnya, keterlambatan pembayaran honor guru selama 10 bulan karena
ada kesalahan administrasi. Bukan dialihkan untuk pembelian mobil dinas ataupun
kepentingan lain. Ia mengaku selama sepuluh bulan uang tersebut terus berada di
kas daerah.
“Ada kesalahan administrasi antara PPAD dan Disdik,” jelas JR Saragih.
Namun saat ditanya lebih detail kesalahan administrasi yang dimaksud, JR
tak menjawab. Ia pergi begitu saja tak menghiraukan pertanyaan wartawan.
Termasuk ketika ditanya tentang surat pada tanggal 7 Maret 2011 yang isinya
memohon persetujuan DPRD untuk pencairan dana insentif guru, dengan alasan dana
yang sudah ditransfer dari provinsi, telah dipergunakan untuk kegiatan lain.
Rurita Ningrum dari Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (Fitra) Sumatera Utara menilai, kebijakan Bupati Simalungun JR Saragih
dan Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon, sudah memenuhi delik perbuatan tindak
pidana korupsi.
Pertama, melanggar Peraturan
Daerah tentang pengalokasian anggaran untuk dana kesejahteraan guru yang sudah
ada di APBD. Di mana dana tersebut tidak dibayarkan dalam kurun waktu sepuluh
bulan. Sehingga dana sebesar Rp
1,27 miliar tidak dapat segera dimanfaatkan oleh guru.
“Ini berpeluang disalahgunakan,” ujarnya Rurita.
Kedua, dana kesejahteraan
guru merupakan dana yang dikucurkan pusat ke daerah. Peruntukkannya sudah jelas
dan tak bisa dialihkan untuk hal lain. “Ini melanggar Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,”
tambahnya.
Sampai di KPK
Sembilan bulan berlalu, dana kesejahteraan untuk 3.547 guru swasta dan
honor di Simalungun tak kunjung dibayarkan. Guru-guru semakin pasrah menunggu.
Tetapi Benrhard tak mau diam. Ia pun akhirnya melayangkan laporan pengaduan ke
beberapa penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian
Daerah Sumatera Utara.
30 September 2011, Bernhard melaporkan dua hal dugaan penyelewengan dana
yang dilakukan Bupati Simalungun JR Saragih. Pertama, dugaan penyalahgunaan
dana kesejahteraan guru sebesar Rp1,27 miliar untuk pembelian mobil dinas
pimpinan DPRD. Kedua, dugaan
defisit kas Pemerintah Kabupaten Simalungun tahun anggaran 2010 sebesar Rp48
miliar. Dari hasil audit BPK RI ditemukan defisit Dana Alokasi Khusus dan Dana
Alokasi Umum yang diterima Simalungun.
Sebulan setelah laporan Bernhard ke KPK dan Polda Sumut, akhirnya 3.547
guru honor dan swasta di Simalungun menerima pencairan pada 25 Oktober 2011.
Masing-masing guru menerima Rp360 ribu.
Bernhard mengatakan meski uang tersebut sudah dibayarkan, itu sudah
termasuk tindak pidana korupsi. Yakni penyalahgunaan atau penyelewengan uang
negara. Ia pun sudah beberapa kali dipanggil KPK dan Polda Sumut untuk
memberikan keterangan serta bukti tambahan yang diminta.
Namun hingga saat ini, baik KPK maupun Polda Sumut belum menetapkan
tersangka atas laporan Bernhard. Awal April 2012 ia kembali menyurati KPK agar
mempercepat proses laporannya.
Senada dengan Bernhard, Jansen juga mendesak agar KPK segera mengusut kasus dugaan korupsi
JR Saragih. Ia juga mengatakan bahwa masyarakat juga bisa melakukan tekanan ke KPK, agar masalah ini segera
diproses. Untuk itu, pada awal Juni lalu Jansen kembali
menyurati KPK dan Kejati untuk menanyakan laporannya yang tak kunjung diproses.
Kronologi :
- 10 Desember 2010 : Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Sumut
mentransfer dana kesejahteraan guru
swasta dan honor ke kas Pemkab Simalungun sebesar Rp1,27 miliar
- Akhir Desember 2010 : Bupati meminta izin penggunaan dana Rp1,27
untuk pembelian mobil dinas pimpinan DPRD Simalungun. Alasannya terjadi defisit
kas APBD 2010. DPRD tidak menyetujuinya
- 30 Desember 2010 : 3.547 guru swasta dan honor Simalungun
belum menerima dana kesejahteraan sebesar Rp360 ribu per orang yang dibayarkan
setiap enam bulan.
- Januari 2011 : Tiga mobil dinas wakil
Ketua DPRD Simalungun jenis Pajero GLX terlihat di DPRD Simalungun.
- Februari 2011 : Perwakilan 3.547 guru yang
tegabung dalam PGSI mengadu ke DPRD Simalungun. Mereka meminta DPRD mendesak
Bupati untuk segera membayarkan dana kesejahteraan.
- 3 Maret 2011 : Kadis Pendidikan Simalungun
Albert Sinaga meminta izin kepada Bupati Simalungun mendahului dana P-APBD
2011. Tujuannya untuk membayarkan dana kesejahteraan guru swasta dan honor Rp1,2
miliar.
- 7 Maret 2011 : Bupati Simalungun JR Saragih meminta persetujuan
DPRD Simalungun untuk pencairan P-APBD Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp1,5
miliar. Tujuannya untuk membayar dana insentif guru. Bupati beralasan dana
insentif yang sudah ditransfer BKP Sumut ke kas Simalungun telah dipergunakan
untuk kegiatan lain, karena penerimaan Tahun Anggaran 2011 tidak tercapai.
Permintaan ini ditolak DPRD.
- 4 April 2011 : Perwakilan guru datang kembali ke DPRD
Simalungun. Mereka dipertemukan dengan Bupati. Saragih berjanji akan
membayarkan dana insentif pada Juni.
- Agustus 2011 : Dana kesejahteraan guru belum juga dibayarkan
- September
2011 : Hasil Audit BPK RI
terjadi defisit kas daerah Simalungun Rp48 miliar.
- 30 September 2011 : Anggota DPRD Simalungun melaporkan
dugaan penyelewengan dana kesejahteraan guru Rp1,27 miliar ke KPK dan Polda
Sumut.
- 25 Oktober 2011 : Dana kesejahteraan 3.547 guru
swasta dan honor dicairkan. Masing-masing guru mendapat Rp360 ribu.
- Januari – Maret 2012 : Beberapa saksi seperti sekda, Ketua DPRD,
guru-guru dan beberapa pejabat di Dinas Pendapatan Simalungun sudah diperiksa.
- 4 April
2012 : Benrhard
Damanik menyurati KPK agar mempercepat proses laporannya.
- Awal Juni 2012 :
Jansen Napitu menyurati KPK agar mempercepat proses laporannya.
SEPULUH BULAN MENANTI DANA KESEJAHTERAAN
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Kalimat itulah yang selalu
menguatkan Syofiar, satu dari 3.547 guru swasta di Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara. Lebih dari lima tahun
ini, ia mengabdi menjadi seorang guru.
Jika dihitung gaji, tak banyak orang yang mau memilih menjadi guru swasta.
Untuk setiap jam mengajar, ia mendapat Rp20 ribu. Dalam sebulan ia hanya
mengajar 18 jam. Artinya setiap bulan ia mendapat Rp 360 ribu. Maka ketika ada
dana bantuan Provinsi Sumut Rp60 ribu per bulan yang dibayarkan setiap enam
bulan sekali, Syofiar berbunga hati.
“Saya sudah bersyukur dengan jumlah itu. Masih banyak guru yang gajinya
lebih rendah dari itu. Ada yang hanya mengajar empat atau lima jam dalam
sebulan,” ungkapnya.
Karena rendahnya kesejahteraan para guru swasta dan honor, di Sumatera
Utara, Gubernur Syamsul Arifin pada tahun 2009 mengeluarkan kebijakan untuk
meningkatkan kesejahteraan guru swasta dan honor dengan memberikan dana kesejahteraan
atau insentif sebesar Rp60 ribu per bulan. Bantuan ini diberikan per semester
setiap tahunnya. Semester pertama dicairkan pada Juni dan semester kedua
dicairkan pada Desember.
“Itulah gaji ke-13 dan ke-14 bagi kami. Sebagai guru swasta dan honor,
tidak ada tambahan gaji lainnya selain uang insentif dari pemerintah provinsi,”
jelas pria yang menggunakan uang tersebut untuk membayar sekolah kedua anaknya
yang masih di sekolah dasar.
Karenanya, ketika dana itu telat 10 bulan, Syofiar terpukul.
“Uang sekolah kedua anak saya mulai tersendat. Bagi kami guru swasta dan
honor tambahan Rp60 ribu perbulan itu sangat membantu,” ungkapnya.
Tepatnya 4 April 2011, Syofiar bersama beberapa pengurus Persatuan Guru
Swasta Indonesia (PGSI) Simalungun mempertanyakan keterlambatan DPRD. Ketua
DPRD Binton Tindaon berjanji akan mendesak pemerintah agar pembayaran dilakukan
secepatnya.
“Itu satu-satunya dana kesejahteraan dan tunjangan yang kami terima. Baru
kami terima 25 Oktober 2011. Penantian sepuluh bulan bagi kami terasa sangat
panjang,” ungkap Syofiar.
Sepuluh bulan bukanlah waktu yang singkat. Pemerintah Kabupaten Simalungun
menyimpan kasnya di Bank Sumut dengan bunga deposito sebesar 6,5 persen per tahun.
Dengan hanya membiarkan uang Rp1,27 miliar selama 10 bulan, kas Pemkab Simalungun
sudah bertambah sekitar Rp54 juta.
“Yang penting bagi kami dana itu sudah cair. Mudah-mudahan tidak ada
keterlambatan lagi untuk pencairan berikutnya,” harapnya.
Syofiar mengaku cukup mengapresiasi langkah penegak hukum yang menangani
beberapa kasus korupsi di Simalungun. Namun ia berharap oknum pemerintah
Kabupaten Simalungun tak lagi mencoba melakukan korupsi khusunya terkait dana
yang berkaitan dengan pendidikan dan kesejahtreraan guru.
Sejak kasus ini masuk ke ranah hukum, tak pernah lagi ada keterlambatan pembayaran
dana insentif guru. “Dua semester terakhir pencairan dana insetif tak pernah
terlambat lagi,” tandas Syofiar. ***
LIMA KASUS JR SARAGIH DIADUKAN KE KPK
Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana kesejahteraan guru swasta dan
honor Rp1,27 miliar bukanlah kasus yang pertama kali menerpa JR Saragih selaku
Bupati Simalungun periode 2010-2015. Sejak menjadi Bupati Simalungun, satu
setengah tahun lalu, JR Saragih sudah menghadapi tiga laporan dugaan korupsi
dan dua dugaan suap yang masuk ke meja pengaduan KPK. Empat di antaranya juga
ditangani oleh Polda Sumut dan satu kasus lagi ditangani Kejaksaan Tinggi
Sumut.
Di antara semua lembaga itu, Polda Sumut lebih maju memproses kasusnya.
Sejak Januari 2012, Subdit Tipikor Direktorat Rekrimsus Polda Sumut sudah
memanggil beberapa saksi para guru yang tidak menerima uang insentif semester
II 2010.
"Saya dua kali dipanggil. Pertama saya disuruh datang ke Medan. Kedua
tim tipikor datang ke Simalungun dan saya dipanggil lagi," ungkap Syofiar.
Selain Syofiar, Ketua PGSI Simalungun, Zulpan juga pernah dipanggil. Keduanya
dimintai keterangan sekitar tujuh jam di Mapolda Sumut.
"Pemeriksaan mulai dari jam 09:00 WIB pagi, jam 16:00 WIB baru selesai,"
ungkapnya.
Tak hanya Syofiar dan Zulpan, Anggota DPRD Simalungun Bernhard Damanik juga
telah dimintai keterangan sebagai saksi oleh tim penyidik. Begitupula beberapa
kepala sekolah.
Direktur Kriminal Khusus Polda Sumut, Kombes Sadono Budi Nugroho menyatakan,
penyidikan kasus ini sudah mulai menunjukkan kemajuan.
Beberapa pejabat yang dianggap terkait sudah dipanggil untuk keperluan
klarifikasi. Di antaranya empat pejabat di Sekretariat Daerah dan Dinas
Pendidikan.
“Kita sudah memanggil untuk klarifikasi dan sudah empat orang yang kita
panggil,” kata Sadono. Namun, ia tak menyebut identitas mereka dan menolak membeberkan
hasil klarifikasi itu.
“Itukan domainnya penyidik. Mereka kita panggil belum pemeriksaan tapi
masih sebatas interogasi untuk mengetahui seputar laporan dugaan korupsi yang
kita terima,” jelas Sadono.
Sadono mengatakan, kasus-kasus dugaan korupsi Bupati Simalungun, JR Saragih
menjadi salah satu prioritas utama dari sekian kasus korupsi yang diduga
melibatkan pejabat negara yang ditangani Tipikor Polda Sumut. Ia mengaku, ada
empat kasus dugaan korupsi menyangkut Bupati Simalungun, JR Saragih yang dilaporkan
dan ditangani timnya.
“Kita akan memanggil untuk klarifikasi terlebih dahulu, kemudian bila
ditemukan ada unsur tindak pidana, lalu dilakukan pemanggilan untuk
pemeriksaan. Dengan kata lain dilakukan penyelidikan,” ungkapnya.
Kasus dugaan korupsi yang kedua yang masuk ke meja KPK dan Polda Sumut
adalah terkait jebloknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Simalungun Tahun 2010 sekitar Rp48 miliar. Angka ini diperoleh dari hasil
temuan BPK RI.
Kasus ketiga adalah dugaan penyelewenangan dana insentif pajak tahun 2009
sebesar Rp2,5 miliar. Dana ini diduga dibagi-bagi JR Saragih saat baru menjabat
selama dua bulan sebagai bupati.
Uang tersebut merupakan dana insentif yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak
kepada Pemkab Simalungun pada Desember 2010, atas keberhasilan Pemkab
Simalungun meningkatkan penerimaan pajak daerah dan retribusi pada tahun 2009.
Padahal penggunaan uang tersebut diatur dalam PP 69/2010 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Peningkatan Pajak dan Retribusi Daerah.
Beberapa nama yang diduga menikmati uang tersebut adalah Wakil Bupati
Simalungun Nuriaty Damanik, Sekda Simalungun Ismail Ginting, dan Kadis
Pendapatan Simalungun Resman Saragih.
KPK dan Kejati Sumut sudah menerima laporan dugaan korupsi ini. Namun
Kejati Sumut lebih gesit dari KPK dalam menangani kasus ini. Beberapa saksi
sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Bahkan pelapor sudah diminta
beberapa kali untuk melengkapi bukti laporannya. Meski demikian, hingga saat
ini belum ada tersangka yang ditetapkan.
Selain dugaan korupsi, ada dua kasus dugaan suap yang juga dilaporkan.
Pertama, dugaan suap terhadap Ketua Pokja Pencalonan KPU Simalungun, Robert
Ambarita sebesar Rp50 juta dalam bentuk cek saat Pilkada Simalungun, sekitar
Juni 2010.
Robert mengaku pemberian cek Rp50 juta dibarengi permintaan JR Saragih agar
mencoret dua rivalnya, pasangan Zulkarnaen Damanik dan Marsiaman Saragih serta
pasangan Kabel Saragih-Muliyono. Kasus ini pun sudah sampai ke tangan KPK.
Sedangkan kasus lainnya, dugaan percobaan penyuapan terhadap hakim Mahkamah
Konstitusi yang diungkapkan oleh mantan pengacaranya dalam sengketa Pilkada
Simalungun, Refly Harun. Namun kasus ini sudah diputuskan oleh Badan Kehormatan
MK, yang menyatakan dugaan tersebut tidak terbukti. Laporan terhadap dua kasus
dugaan suap ini juga sudah pernah dilaporkan ke KPK.
Namun JR Saragih tidak pusing dengan tumpukan kasus korupsi tersebut. Malah
ia terlihat santai menanggapi permasalahan ini. “Kita kan negara hukum. Kalau
saya bersalah pasti saya sudah di penjara. Tapi buktinya kan tidak ada,”
jawabnya singkat.
Begitu juga untuk kasus dugaan suap, kader Demokrat ini langsung
membantahnya. Menurutnya suap terhadap hakim MK dan anggota KPU Simalungun
tidak benar. “Tidak ada saya melakukan itu,” katanya.
CATATAN: Tulisan ini adalah tulisan investigasi pertama saya yang meraih fellowship. Kegiatan ini diselenggarakan oleh LSPP Jakarta. Kala itu, 10 karya tulis investigasi diterbitkan menjadi buku pada tahun 2012. Bangga, karena itu jadi buku pertama yang di dalamnya ada karya tulis saya!
Artikel Asli Diterbitkan di Tribun-medan.com pada 21 Juli 2012
https://medan.tribunnews.com/2012/07/21/dana-insentif-guru-disulap-jadi-pajero
https://medan.tribunnews.com/topic/dugaan-korupsi-bupati-simalungun-jr-saragih
Gambling In The USA - No Deposit Casinos
BalasHapusNo Deposit Casinos - Learn how to gamble online and claim free casino bonuses and get your winnings back. Learn about the best online casino bonuses and free 온라인 카지노 조작 spins