Kepemimpinan Antikorupsi ala T Erry-Soekirman



"Semua tahapan pembuatan anggaran harus dikawal ketat, jangan sampai terjadi distorsi antara hulu dan hilir,"

Itulah ungkapan yang keluar dari mulut mantan Bupati Serdangbedagai dua periode, Tengku Erry Nuradi saat ditanya soal bagaimana membuat anggaran daerah yang baik.

Persoalan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) selalu menjadi permasalahan di daerah-daerah, khususnya yang baru pemekaran seperti Serdangbedagai. Seperti belanja tidak langsung yang terlalu besar dibanding belanja langsung, sasaran penggunaan anggaran yang tidak tepat, hingga mark up pengadaan barang dan jasa.

Namun sejak awal dimekarkan hingga kini, kabupaten pecahan dari Deliserdang ini bisa dikatakan tak pernah menemui permasalahan seperti tersebut di atas tadi. Tak heran, sejak T Erry Nuradi berduet dengan wakilnya Soekirman mulai tahun 2005, penghargaan demi penghargaan silih berganti berdatangan untuk kabupaten yang mereka pimpin.

Dari prestasinya tersebut, T Erry mendapat ganjaran dilamar menjadi calon Wakil Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 oleh Gatot Pujo Nugroho. Setelah dua tahun menjabat, Gatot tersandung kasus dugaan korupsi. Kini T Erry secara sah duduk sebagai Gubernur Sumut.

Sedangkan, Soekirman yang dulunya wakil bupati kini menggantikan posisi T Erry sebagai bupati. Meski sudah menjabat Gubernur, cerita soal kesuksesan Erry memimpin Sergai tak luntur. Untuk mengetahui secara detail bagaimana pengelola APBD di Sergai juga tak bisa terlepas oleh sosoknya.

Dari wawancara dengan T Erry beberapa waktu lalu, Erry mengakui mengawal proses penggodokan APBD hingga realisasinya sangat tidak mudah. "Butuh strong leadership," itu kata kunci bagi pria kelahiran 49 tahun silam ini.

Karena proses pembuatan APBD, dari mulai tahapan perencanaan sampai pengesahan sangatlah panjang, setidaknya melalui sembilan tingkatan. Mulai dari Musrembang tingkat desa hingga sampai ke meja Legislatif. Itulah sebabnya sering terjadi perbedaan antara yang dibahas di Musrembang dn yanng diketok palu oleh DPRD, atau sering disebut distorsi.

Untuk mencegah distorsi itu terjadi, Erry berkisah bahwa ia mengawal semua proses pembuatan anggaran itu. Ia menguatkan tim anggaran mulai dari Sekda, Kadis Pendapatan, dan lainnya.

Selain itu, saat pembahasan di DPRD, ia akan dengan detail memperhatikan setiap agenda pembahasan. Jika ada anggaran belanja yang sifatnya untuk kepentingan rakyat akan diubah, akan ia pertahankan sekuat-kuatnya.

"Kita harus perjuangkan apa yang sudah kita rancang, yang sesuai dengan visi misi kita. Tidak perlu takut karena yang kita perjuangkan adalah untuk rakyat, makanya butuh strong leadership," jelasnya.

Sejak awal memimpin Serdangbedagai, pendidikan dan kesehatan menjadi perhatian utama. Sejak awal masa kepemimpinan pula ia sudah merelisasikan anggaran masing-masing 20 persen untuk pendidikan dan kesehatan. Hal itu menurutnya tak bisa ditawar lagi karena amanah UUD 1945. Tak heran jika sejak tahun 2007, Serdangbedagai sudah menggratiskan sekolah mulai SD sampai SMA.

Dari hasil kerja kerasnya mengawal ketat APBD, yang paling menyolok terlihat dibanding daerah-daerah lainnya adalah soal persentase anggaran belanja langsung dan tidak langsung. Serta mampu meningkatkan pendapatan daerah.

Sebagian besar kabupaten kota di Indonesia, khususnya yang baru dimekarkan selalu berpolemik soal ini. Hampir 70 persen anggaran habis untuk belanja tidak langsung. Artinya tidak berhubungan langsung untuk kepentingan masyarakat. Misalnya belanja pegawai, gaji PNS, dan lain sebagainya.

Namun masalah gemuknya belanja pegawai tidak ditemukan di Serdangbedagai. Sejak tahun 2005 struktur anggaran di kabupaten yang beribukota Perbaungan ini sudah prorakyat, yakni lebih besar belanja langsung dibanding belanja tidak langsung atau belanja untuk pegawai. 

Tahun pertama menjabat belanja tidak langsung dan belanja langsung berbanding 54,3 persen dan 46,7 persen. Tahun selanjutnya duet Erry-Soekirman membuat gebrakan. Persentase belanja tidak langsung hanya 47 persen.

Hingga tahun 2013, ia mampu menekan belanja untuk pegawai menjadi 45,1 persen dan sisanya 54,9 persen merupakan belanja langsung. Persentase seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya di kabupaten kota di Sumatera Utara.
 

2006
2007
2010
2011
2012
2013
Belanja Langsung
46,7 %
53 %
53,3 %
44,16 %
54,82 %
54,9 %
Belanja Tidak Langsung
54,3 %
47 %
46,7 %
55,84 %
46,18 %
45,1 %
Pendapatan Asli Daerah
18,2 M
20,02 M
26.4 M

39,27 M
53,8 M
Pendapatan Lain yang Sah
0
20,4 M
50.2 M

165,1 M
253,4  M

*Data dari berbagai sumber
*Pendapatan tahun 2013 masih target

Soekirman yang setia mendampingi T Erry selama dua periode mengatakan, menciptakan belanja langsung di APBD lebih besar dari pada belanja tidak langsung adalah komitmen bersama sejak awal mencalonkan diri. Sehingga harus dipertahankan dari tahun ke tahun dan uang Negara tidak hanya dihabiskan untuk membayar gaji pegawai.
 
Memang ada di beberapa tahun, belanja tidak langsung lebih dari 50 persen. Namun itu dilakukan karena memang keharusan, seperti penambahan jumlah PNS, tenaga pengajar, dan tenaga kesehatan.

Selain itu, hal mengejutkan lainnya adalah pendapatan daerah yang terus meningkat setiap tahunnya.  Terutama dalam pos pendapatan lain-lain yang sah. Pada tahun pertama yang hanya nol rupiah, meroket menjadi Rp 253, 4 miliar pada tahun 2013. Bahkan diperkirakan jumlahnya akan lebih dari itu pada akhir tahun nanti. Jumlah itu juga melebihi pendapatan asli daerah yang tahun ini hanya ditargetkan Rp 53,8 miliar.

Lantas dari manakah penghasilan tersebut? “Dari penyertaan modal di Bank Sumut, dari birokrasi pengurusan izin yang transparan, dan dari pajak daerah yang serius dikutip oleh pegawai pajak tanpa neko-neko,” ujar Soekirman.

Untuk memperjuangkan semua hal tersebut agar prorakyat, aku Soekirman, sangat banyak tantangan dan tekanan. Terutama dari pihak-pihak di luar pemerintah yang memiliki kekuatan. Misalnya soal pengadaan proyek dan lain sebagainya.

Soal PAD, pernah terjadi perdebatan sengit antara Eksekutif dan Legislatif di Serdangbedagai. Tahun 2010 PAD tak mencapai target. DPRD Serdangbedagai meleparkan kritik pedas, bahkan menuding T Erry Nuradi mengorupsi uang PAD sebagai penyebab tak tercapainya target pendapatan daerah.

Untuk itu, DPRD mengusulkan agar investor yang ingin membangun pusat perbelanjaan diizinkan masuk ke Serdangbedagai. Dengan alasan akan menambah penghasilan daerah. Namun Erry dan Kirman sepakat menolak. Karena akan mematikan pasar-pasar tradisional.

Kecaman makin besar dari DPRD. Mereka ngotot mengatakan Erry gagal memimpin dan dipaksa mundur hanya karena target PAD tak tercapai. Tapi ia dan Kirman bergeming dan tetap komitmen tak akan memberikan izin kepada investor yang berpeluang mematikan usaha rakyat atau pasar tradisional.

"Karena kita pro rakyat dan rakyat tahu itu, kita tidak takut. Kita tetap komit agar semua kebijakan tetap berpihak pada rakyat," jelas Soekirman yang kini menduduki kursi Bupati Serdangbedagai.

Setelah eksekutif dan legislative berunding, akhirnya Erry Nuradi memberikan usulan baru. Pusat perbelanjaan boleh masuk ke Serdangbedagai. Namun hanya sebatas supermarket seperti Indomaret dan Alfamart saja. Selain itu, jaraknya juga harus jauh dari pasar tradisional.

Sehingga pasar tradisional tidak mati, investor bisa masuk dan PAD juga bertambah dari pengurusan izin dan pajak. Usulan ini akhirnya diterima DPRD Serdangbedagai dan kekisruhan antar dua lembaga ini berakhir.
Setelah APBD disahkan, maka tahap selanjutnya yang paling sulit untuk dikontrol adalah realisasi anggaran. Pada realisasi inilah potensi korupsi bisa muncul.

Forum Transparansi Anggaran Indonesia (Fitra) Sumut mencatat, pada tahun 2012 hampir seluruh kabupaten kota ditemukan kerugian Negara atau korupsi yang modusnya dari pengadaan barang dan jasa. Sekretaris Eksekutif Fitra Sumut, Rurita Ningkrum beberapa pecan lalu merilis 10 kabupaten kota terkorup di Sumut.

Dari 10 daerah tersebut, tiga diantaranya kabupaten yang baru dimekarkan. Mirisnya, Deliserdang sebagai kabupaten induk Serdangbedagai  masuk diperingkat ketujuh dengan indikasi kerugian Negara Rp 22 miliar. 


NO
DAERAH
INDIKASI KERUGIAN NEGARA (Rp)
KETERANGAN
1
Kab. Batubara
226.675.540.000
Dimekarkan 2003
2
Kab. Langkat
113.912.540.000

3
Kota Medan
54.528.040.000

4
Kab. Paluta
39.606.350.000
Dimekarkan 2008
5
Kota Pematang Siantar
30.075.400.000

6
Kab. Nias Selatan
27.596.980.000
Dimekarkan 2010
7
Kab Deli Serdang
22.107.010.000

8
Kab. Nias
20.570.780.000

9
Kota Binjai
18.972.600.000

10
Kab. Asahan
16.821.920.000

*Sumber : Fitra Sumut

Namun problem tersebut tak terjadi di Serdangbedagai. Ketika para pejabat di kabupaten kota lain sibuk berurusan dengan kejaksaan tinggi, kejaksaan negeri, bahkan KPK, pejabat di Serdangbedagai tetap fokus menjalankan atau merealisasikan programnya.
Mengapa bisa demikian? "Seluruh realisasi juga kita kawal dengan ketat," jelas Soekirman.

Karena dari tahap perencanaan anggarannya sudah baik, maka menurut Soekirman realisasinya juga tidak sulit. Hanya menyinkronkan dengan APBD. Korupsi itu timbul, jelas Soekirman karena di tahap perencanaannya saja sudah ada yang melenceng, atau tidak sesuai prosedur sehingga berpotensi diselewengkan penggunaannya.

Dari kebijakan-kebijakan yang prorakyat inipula, diakui Soekirman banyak tekanan yang datang dari investor dan lain sebagainya. Ia bercerita dulu pernah ada pengusaha yang ingin membuka pusat perbelanjaan. Namun tidak diizikan karena akan mematikan pasar-pasar tradisional. Sang pengusaha berang, namun Erry dan Soekirman bergeming dan tetap teguh pada pendiriannya.

Hingga saat ini di kabupaten yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Kota Medan ini hanya mengizinkan swalayan-swalayan waralaba beroperasi. Itupun jumlah dan tempatnya diatur secara ketat, tidak boleh terlalu dekat dengan pasar tradisional.

Serangkaian prestasi  inilah dipastikan yang membawa Erry-Soekirman dipercaya memimpin dua periode di Serdangbedagai. Dari 33 kabupaten kota di Sumut, hanya dua kepala daerah dan wakil kepala daerah yang bisa bertahan selama dua periode, Serdangbedagai dan Humbanghasundutan. Selebihnya mengalamai perpecahan.

Sekarang, meski Tengku Erry sudah tak lagi menjabat Bupati, ia tak khawatir pengelolaan anggaran di Serdangbedagai akan amburadul. Karena menurutnya, apa yang dilakukannya selama delapan tahun sudah melekat dan menjadi sistem kerja, terutama di tim perancang anggaran.

Kini ia berkomitmen menularkan virus pengelolaan anggaran yang baik tersebut ke Pemprov Sumut. Agar pengelolaan anggarannya bisa jadi lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa Bilang Sunrise di Negeri Laskar Pelangi Tidak Menawan?

Air Danau Toba Surut, Warga Samosir Gelar Upacara Minta Hujan

Simalungun akan Bangun Cable Car Danau Toba Terpanjang di Dunia